Islam Sarana
Pendidikan Efektif di Indonesia-Maroko
Negara Republik Indonesia dan Maroko
mempunyai banyak kesamaan, yaitu sama-sama mempunyai persamaan nasib sebagai
negara berkembang yang pernah dijajah oleh bangsa Barat; menganut kebijakan
moderat dan bernaung di organisasi yang sama pula seperti Perseringkatan
Bangsa-Bangsa (PBB), Gerakan Non Blok (GNB), Organisasi Konferensi Islam (OKI)
dan kelompok 77; serta sama-sama merupakan negara yang mayoritas penduduknya
muslim. Kedua negara tersebut juga merdeka dengan selang waktu yang tidak lama,
Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan Maroko menyusul pada tahun 1956 tepat
setahun setelah Maroko sebagai delegasi tidak resmi atau peninjau pada
Konferensi Asia Afrika (KAA) yang diselenggarakan di Bandung Jawa Barat
Indonesia.
Jika dilihat dari segi kesamaan akibat
penjajahan, sama-sama berefek pada bahasa nasional. Sistem pendidikan di Maroko
mulai mengalami perubahan sejak Maroko jatuh dalam kekuasaan Perancis selama 40
tahun. Sejak itu bahasa Perancis menjadi bahasa nasional dan bahasa pendidikan
di Maroko. Tetapi, hal itu tidak dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan
ekonomi negara karena tidak sesuai dengan nilai keagamaan dan budaya masyarakat
(masyarakat beragama islam dan biasanya berbahasa Arab). Bahasa Perancis lebih
dominan ketimbang bahasa Arab. Televisi, radio, koran, majalah, dan buku-buku banyak
ditulis dalam bahasa Perancis. Pengaruh pendidikan Perancis dapat dilihat
secara konkret di undang-undang pendidikan tahun 2004 (nidzam jadid) yang
berisikan modernisasi pendidikan Maroko. Semangat modernisasi pada tahap
rancangan undang-undang mengundang reaksi keras dari kalangan ulama karena
pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab tidak mendapatkan porsi yang semestinya
dalam rancangan undang-undang tersebut. Mereka merekomendasi keharusan pendidikan agama sebagai kurikulum
wajib dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Di Indonesia dampak pendidikan ala
Belanda juga sangat terasa. Dalam politik etis Belanda saat itu adalah irigasi,
migrasi, dan edukasi. Dalam edukasi, Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya
barat untuk kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah-sekolah tersebut tidak
menjadi sebuah sarana pencerdasan pribumi. Pendidikan Belanda hanya sebatas
mengajari berhitung, membaca, dan menulis.
Setelah lulus dari sekolah, masyarakat pribumi hanya dipekerjakan sebagai
pegawai kelas rendahan kantor-kantor Belanda di Indonesia. Pada masa itu pula, sekolah-sekolah
rakyat seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah muncul dan berkembang. Jadi pada
masa tersebut terdapat tiga tipe jalur pendidikan yang berbeda. Pertama adalah
sistem pendidikan dari masa Islam yang diwakili dengan pondok pesantren,
pendidikan bergaya barat yang oleh pemerintah Hindia-Belanda, dan pendidikan
"swasta pribumi" seperti Taman Siswa, Muhammadiyah, dan lain-lain.
Berdasarkan fakta-fakta di atas dapat disimpulkan bahwa kedua negara tersebut
juga membutuhkan dan menginginkan adanya pendidikan yang mengutamakan agama
yang diharapkan menjadi solusi berbagai permasalahan. Sehingga, kesamaan
mayoritas berpenduduk muslim antara Indonesia dengan Maroko adalah hal besar
yang bisa dijadikan perekat utama dalam menjalin kerja sama antar dua negara.
Banyak bidang yang dijalankan dalam kerjasama
Indonesia-Maroko meliputi kerjasama pendidikan,
politik, ekonomi, pariwisata, sosial dan kebudayaan. Namun, yang harus
ditekankan dan dipererat adalah hubungan dalam pendidikan terutama pendidikan
islam karena keduanya secara alamiah terikat oleh satu falsafah hidup yaitu
agama Islam. Mayoritas warga di kedua negara adalah beragama Islam. Kebijakan
yang dikeluarkan Indonesia maupun Maroko sudah seharusnya bersifat lebih religius.
Perkembangan
pendidikan islam di Indonesia, tidak lepas dari peran lembaga-lembaga
pendidikan Islam. Lembaga-lembaga islam sudah berdiri jauh sebelum Indonesia
merdeka dan telah melahirkan banyak tokoh besar, seperti KH Ahmad Dahlan
(Pendiri Muhammmadiyah), dan termasuk mantan Presiden RI (Abdurrahman Wachid/ Gus
Dur). Pondok pesantren adalah aset bangsa yang selama ini kurang diperhatikan oleh
pemerintah. Padahal, lembaga ini tidak hanya mencetak tokoh agama, tetapi juga
bisa melahirkan kaum intelek yang lebih bermoral, sehingga diharapkan mampu
menjadi pemimpin negara yang bijaksana dan sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia yang mayoritas beragama islam. Maka dari itu, kerjasama pendidikan terutama
pendidikan islam Indonesia dengan Maroko harus segera ditingkatkan. Jika tidak,
banyak alumni pondok pesantren yang tidak termanfaatkan ilmunya lantaran
berbagai alasan dan tidak diperhatikannya sektor pendidikan pesantren tersebut
oleh pemerintah sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan hingga ke bangku kuliah.
Pemerintah Maroko juga sudah menyediakan beasiswa kepada pelajar Indonesia,
maka kerjasama bilateral dalam pendidikan islam adalah pilihan yang tepat untuk
meningkatkan kualitas alumni pondok pesantren dari Indonesia dan menyambut baik
Pemerintah Maroko yang banyak membantu pendidikan Indonesia terutama dalam
penyediaan beasisiwa bagi mahasiswa Indonesia.
Demikian
juga dengan Maroko, pendidikan islam harus ditingkatkan untuk meningkatkan
kualitas bidang pendidikan islam di Indonesia dan Maroko sendiri. Kemajuan
kualitas pendidikan islam diharapkan dapat mencetak generasi-generasi penerus
bangsa yang lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan umat dan negara.
Megingat zaman ketika dan pasca pemerintahan Rosulullah islam berjaya dalam
semua bidang keilmuan. Pada zaman sekarangpun, tidak mustahil ketika islam
bangkit dan berjaya kembali, menciptakan masyarakat madani seperti zaman
Rosulullah. Karena, umat islam zaman sekarang banyak dianggap oleh masyarakat
bahwa moralnya sama dengan umat yang tidak beragama, oleh karena itu kualitas
pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan moral harus
lebih digalakkan dan ditingkatkan.
Sarana-sarana pendidikan yang bisa diaplikasikan
antara dua negara tersebut adalah pertukaran pelajar islam Indonesia-Maroko.
Pelajar Indonesia bisa belajar Islam lebih mendalam dari Maroko karena bisa
belajar dari bahasa asli yaitu Arab, dan Maroko dapat mempelajari kondisi umat
islam di Indonesia yang kondisinya sangat majemuk yang sangat berbeda dengan
masyarakat Maroko. Sehingga tercipta kefahaman kondisi kedua negara dan dapat
meningkatkan jalinan kerjasama bidang-bidang yang lain.
Komunitas
Paduraksa, “Sedikit Uraian Sejarah Pendidikan Indonesia”, (http://tinulad.wordpress.com/sedikit-uraian-sejarahpendidikan/).
Diakses pada 3 Juni 2011.
“Hubungan
Indonesia-Maroko: Dulu, Kini dan Esok” dalam
http://www.pewarta-indonesia.com/kolom-pewarta/indonesia-maroko/4935-hubungan-indonesia--maroko-dulu-kini-dan-esok.html
diakses pada 5 Juni 2011.
30 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar