Pengalaman Guru Terbaik Dalam Hidup

Pengalaman Guru Terbaik Dalam Hidup
Tetap senyum, Selalu tersenyum

Selasa, 11 September 2012

Islam Sarana Pendidikan Efektif di Indonesia-Maroko


Islam Sarana Pendidikan Efektif di Indonesia-Maroko

Negara Republik Indonesia dan Maroko mempunyai banyak kesamaan, yaitu sama-sama mempunyai persamaan nasib sebagai negara berkembang yang pernah dijajah oleh bangsa Barat; menganut kebijakan moderat dan bernaung di organisasi yang sama pula seperti Perseringkatan Bangsa-Bangsa (PBB), Gerakan Non Blok (GNB), Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan kelompok 77; serta sama-sama merupakan negara yang mayoritas penduduknya muslim. Kedua negara tersebut juga merdeka dengan selang waktu yang tidak lama, Indonesia merdeka pada tahun 1945 dan Maroko menyusul pada tahun 1956 tepat setahun setelah Maroko sebagai delegasi tidak resmi atau peninjau pada Konferensi Asia Afrika (KAA) yang diselenggarakan di Bandung Jawa Barat Indonesia.
Jika dilihat dari segi kesamaan akibat penjajahan, sama-sama berefek pada bahasa nasional. Sistem pendidikan di Maroko mulai mengalami perubahan sejak Maroko jatuh dalam kekuasaan Perancis selama 40 tahun. Sejak itu bahasa Perancis menjadi bahasa nasional dan bahasa pendidikan di Maroko. Tetapi, hal itu tidak dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan ekonomi negara karena tidak sesuai dengan nilai keagamaan dan budaya masyarakat (masyarakat beragama islam dan biasanya berbahasa Arab). Bahasa Perancis lebih dominan ketimbang bahasa Arab. Televisi, radio, koran, majalah, dan buku-buku banyak ditulis dalam bahasa Perancis. Pengaruh pendidikan Perancis dapat dilihat secara konkret di undang-undang pendidikan tahun 2004 (nidzam jadid) yang berisikan modernisasi pendidikan Maroko. Semangat modernisasi pada tahap rancangan undang-undang mengundang reaksi keras dari kalangan ulama karena pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab tidak mendapatkan porsi yang semestinya dalam rancangan undang-undang tersebut. Mereka merekomendasi  keharusan pendidikan agama sebagai kurikulum wajib dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.
Di Indonesia dampak pendidikan ala Belanda juga sangat terasa. Dalam politik etis Belanda saat itu adalah irigasi, migrasi, dan edukasi. Dalam edukasi, Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat untuk kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah-sekolah tersebut tidak menjadi sebuah sarana pencerdasan pribumi. Pendidikan Belanda hanya sebatas mengajari  berhitung, membaca, dan menulis. Setelah lulus dari sekolah, masyarakat pribumi hanya dipekerjakan sebagai pegawai kelas rendahan kantor-kantor Belanda di Indonesia. Pada masa itu pula, sekolah-sekolah rakyat seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah muncul dan berkembang. Jadi pada masa tersebut terdapat tiga tipe jalur pendidikan yang berbeda. Pertama adalah sistem pendidikan dari masa Islam yang diwakili dengan pondok pesantren, pendidikan bergaya barat yang oleh pemerintah Hindia-Belanda, dan pendidikan "swasta pribumi" seperti Taman Siswa, Muhammadiyah, dan lain-lain. Berdasarkan fakta-fakta di atas dapat disimpulkan bahwa kedua negara tersebut juga membutuhkan dan menginginkan adanya pendidikan yang mengutamakan agama yang diharapkan menjadi solusi berbagai permasalahan. Sehingga, kesamaan mayoritas berpenduduk muslim antara Indonesia dengan Maroko adalah hal besar yang bisa dijadikan perekat utama dalam menjalin kerja sama antar dua negara.
Banyak bidang yang dijalankan dalam kerjasama Indonesia-Maroko meliputi  kerjasama pendidikan, politik, ekonomi, pariwisata, sosial dan kebudayaan. Namun, yang harus ditekankan dan dipererat adalah hubungan dalam pendidikan terutama pendidikan islam karena keduanya secara alamiah terikat oleh satu falsafah hidup yaitu agama Islam. Mayoritas warga di kedua negara adalah beragama Islam. Kebijakan yang dikeluarkan Indonesia maupun Maroko sudah seharusnya bersifat lebih religius.
Perkembangan pendidikan islam di Indonesia, tidak lepas dari peran lembaga-lembaga pendidikan Islam. Lembaga-lembaga islam sudah berdiri jauh sebelum Indonesia merdeka dan telah melahirkan banyak tokoh besar, seperti KH Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammmadiyah), dan termasuk mantan Presiden RI (Abdurrahman Wachid/ Gus Dur). Pondok pesantren adalah aset bangsa yang selama ini kurang diperhatikan oleh pemerintah. Padahal, lembaga ini tidak hanya mencetak tokoh agama, tetapi juga bisa melahirkan kaum intelek yang lebih bermoral, sehingga diharapkan mampu menjadi pemimpin negara yang bijaksana dan sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama islam. Maka dari itu, kerjasama pendidikan terutama pendidikan islam Indonesia dengan Maroko harus segera ditingkatkan. Jika tidak, banyak alumni pondok pesantren yang tidak termanfaatkan ilmunya lantaran berbagai alasan dan tidak diperhatikannya sektor pendidikan pesantren tersebut oleh pemerintah sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan hingga ke bangku kuliah. Pemerintah Maroko juga sudah menyediakan beasiswa kepada pelajar Indonesia, maka kerjasama bilateral dalam pendidikan islam adalah pilihan yang tepat untuk meningkatkan kualitas alumni pondok pesantren dari Indonesia dan menyambut baik Pemerintah Maroko yang banyak membantu pendidikan Indonesia terutama dalam penyediaan beasisiwa bagi mahasiswa Indonesia.
Demikian juga dengan Maroko, pendidikan islam harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas bidang pendidikan islam di Indonesia dan Maroko sendiri. Kemajuan kualitas pendidikan islam diharapkan dapat mencetak generasi-generasi penerus bangsa yang lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan umat dan negara. Megingat zaman ketika dan pasca pemerintahan Rosulullah islam berjaya dalam semua bidang keilmuan. Pada zaman sekarangpun, tidak mustahil ketika islam bangkit dan berjaya kembali, menciptakan masyarakat madani seperti zaman Rosulullah. Karena, umat islam zaman sekarang banyak dianggap oleh masyarakat bahwa moralnya sama dengan umat yang tidak beragama, oleh karena itu kualitas pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan moral harus lebih digalakkan dan ditingkatkan.
Sarana-sarana pendidikan yang bisa diaplikasikan antara dua negara tersebut adalah pertukaran pelajar islam Indonesia-Maroko. Pelajar Indonesia bisa belajar Islam lebih mendalam dari Maroko karena bisa belajar dari bahasa asli yaitu Arab, dan Maroko dapat mempelajari kondisi umat islam di Indonesia yang kondisinya sangat majemuk yang sangat berbeda dengan masyarakat Maroko. Sehingga tercipta kefahaman kondisi kedua negara dan dapat meningkatkan jalinan kerjasama bidang-bidang yang lain.

Komunitas Paduraksa, “Sedikit Uraian Sejarah Pendidikan Indonesia”, (http://tinulad.wordpress.com/sedikit-uraian-sejarahpendidikan/). Diakses pada 3 Juni 2011.
“Hubungan Indonesia-Maroko: Dulu, Kini dan Esok” dalam http://www.pewarta-indonesia.com/kolom-pewarta/indonesia-maroko/4935-hubungan-indonesia--maroko-dulu-kini-dan-esok.html diakses pada 5 Juni 2011.

30 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar