Pengalaman Guru Terbaik Dalam Hidup

Pengalaman Guru Terbaik Dalam Hidup
Tetap senyum, Selalu tersenyum

Jumat, 14 Desember 2012

Adakalanya Kebersamaan itu Membahayakan


Adakalanya Kebersamaan itu Membahayakan

“Tak ada sekelompok orang yang keluar ke Makkah (untuk ketaatan) kecuali iblis telah mempersiapkan pasukan yang sama untuk menghalangi mereka” (Mujahid)

Saudaraku, mari bercermin,
berapa banyak noktah yang menodai kita dalam kebersamaan di jalan ini? Sebuah perjalanan panjang yang kita tempuh bersam-sama, pasti menyisakan debu dan kotoran pada diri kita. Meski kadarnya berbeda-beda. Tapi di jalan ini kita memang saling membutuhkan. Dan di jalan ini, kita harus terus berjalan seiring. Kita satu sama lain memerlukan orang yang bisa memberikan keberanian dan mengusir ketakutan karena kesendirian. Kita, satu sama lain saling memerlukan orang yang bisa meluruskan kesalahan, lalu saling memberi rambu-rambu perjalanan. Kita semua sangat memerlukan kehadiran pendamping yang shalih, teman yang bisa saling membantu bak dua telapak tangan yang saling membersihkan, satu sama lain. Bayangkanlah, saudaraku, bahwa kita masing-masing adalah salah satu dari dua telapak tangan itu....

Jika dalam perjalanan duniawi, Rasulullah memerintahkan kita untuk memiliki teman, jelas perjalanan ukhrawi lebih perlu lagi. Kita lebih membutuhkan teman dalam bekerja di jalan Allah, berupaya melakukan amal shalih, memberikan hak-hak manusia dan berdakwah di jalan Allah. Orang yang menyendiri dalam melakukan amal-amal ini, akan ditemani syaitan. Dan setiap kali terjadi pertambahan jumlah orang yang menemaninya, semakin sulitlah syaitan menguasainya, dan semakin tertutuplah celah-celah untuk syaitan.

Sabda Rasulullah saw, “Satu orang pengendara adalah syaitan, dua orang pengendara adalah dua syaitan, dan tiga orang pengendara baru disebut pengendara yang banyak.” (HR. Malik, Abu Daud dan Turmudzi). Maksud kalimat “pengendara yang banyak” adalah karena jumlah yang banyak semakin meminimkan penguasaan syaitan atas mereka. Dalam hadist lain disebutkan, “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menikmati taman surga hendaklah ia berjama’ah. Karena syaitan itu bersama orang yang sendiri, dan ia akan menjauh dari dua orang.” (HR. Ahmad Turmudzi dan Hakim).

Saudaraku,
Meski demikian kita harus berhati-hati. Karena kebersamaan dan kedekatan kita di jalan ini juga tetap menyimpan jerat-jerat yang bisa membuat kita terjatuh. Itu karena di jalan ini tetap ada lubang dan persimpangan yang bisa menyesatkan kita. Kondisi inilah yang disinggung oleh Imam Ibnul Qayyim ra yang mengatakan bahwa berkumpulnya orang-orang yang beriman tetap menyimpan marabahaya yang harus diwaspadai. Menurut ibnul qayyim, ancaman bahaya itu ada tiga. Pertama, tatkala dalam perkumpulan itu satu sama lain saling menghiasi dan membenarkan. Kedua, ketika dalam perkumpulan itu pembicaraan dan pergaulan antar mereka melebihi kebutuhan. Ketiga, ketika pertemuan mereka menginginkan syahwat dan kebiasaan yang justru menghalangi mereka dari tujuan yang diinginkan. (Al Fawaid,60).

Saudaraku,
Saling menghiasi satu sama lain, akan menafikan suasana saling menasihati. Lalu kondisi itu bisa menggiring orang masuk dalam perilaku riya dan nifaq karena selalu membaik-baikkan dan tidak mengakui kekurangan. Ini sama saja dengan aspek bahaya yang kedua, akibat perkumpulan dan pergaulan yang berlebihan dari waktu yang wajar akan membuang-buang waktu. Akibatnya, akan ada banyak amal-amal yang terlewat karena pertemuan yang melebihi keperluan itu. Terakhir, pertemuan dan perkumpulan kaum beriman juga bisa berbahaya, tatkala ia menjadi seperti kenikmatan sendiri yang justru mengurangi nilai ketaatan di dalamnya, bahkan menjadi penghalang bagi kebaikan.

Dalam kondisi seperti inilah, pertemuan memutarbalikkan sisi prioritas amal, mengabaikan amal yang utama dan mengutamakan yang kurang utama, menghilangkan tujuan utama dan begitu mengutamakan sarananya.

Saudaraku,
Kita perlu bersabar dalam kebersamaan ini. Syaikh Ahmad Ar Rasyid dalam buku Darul Muntholaq menuliskan bab sendiri tentang kesabaran kita bersama orang-orang seperjalanan, yakni shabr alal aqran. Ia menyebutkan bahwa dalam perjalanan ini kita masing-masing harus sabar dari kekasaran, sabar dari kesalahpahaman, sabar dari keburukan dalam berbagai bentuknya yang dilakukan teman perjalanan. Alasan paling dasarnya adalah karena manusia tidak pernah terlindung dari kekliruan dan kekurangan. Sehingga Fudhail bin Iyadh ra mengatakan, “Siapa yang ingin bersaudara yang tidak memiliki aib, tanpa kekurangan, ia takkan memiliki saudara.” Bahkan Abu Darda ra mengatakan, “Kata-kata keras dan kasar dari seorang saudara itu masih lebh baik daripada engkau kehilangan seorang saudara.”

Saudaraku,
Di sinilah rahasianya, keutamaan seseorang yang bisa bertahan dan bersabar dengan kondisi orang sekitarnya, dibanding orang yang menyepi dan tak mau berinteraksi dengan orang lain, karena tidak sabar dengan sikap dan perilaku mereka. “Seorang muslim yang berbaur dengan manusia, lalu ia bersabar atas perilaku buruk mereka, itu lebih baik dari orang yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar atas perilaku buruk mereka.” (HR Ahmad dan Turmudzi)
Ada prinsip indah yang diajarkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Miftah Darus Sa’adah, agar kita bisa mendapat kebaikan dari orang-orang sekitar kita. Ia mengatakan, “Siapa yang ingin keburukannya dibalas oleh Allah dengan kebaikan, hendaknya ia juga membalas keburukan orang lain dengan kebaikan. Dan siapa yang mengetahui bahwa dosa dan keburukan itu pasti ada pada diri manusia, ia tidak terkejut dengan sikap buruk orang kepadanya.”

Saudaraku,
Andai kita bisamenyadari prinsip ini, maka perjalanan kita akan menjadi indah. Jiwa-jiwa kita menjadi dingin, permasalahan lebih mudah diatasi. Lalu, pohon keimanan kita akan tumbuh mekar dan bunga-bunganya akan merekah.
Ingatlah saudaraku,
Ada banyak keadaan yang akan memisahkan langkah kita dari jalan ini. Karena, kita tak pernah lepas dari intaian syaitan yang ingin menceraikan kita dari kebersamaan ini. Seperti perkataan Mujhaid,”Tak ada sekelompok orang yang keluar ke Mekkah (untuk ketaatan) kecuali Iblis telah mempersiapkan pasukan yang sama untuk menghalangi mereka.”
M. Nursani dalam buku “Berjuang di Dunia Berharap Pertemuan di Syurga

Selasa, 11 Desember 2012

Seperti Ma’ruf An Nakh’i


Seperti Ma’ruf An Nakh’i

“Ya Allah ya Tuhanku, sebagimana Engkau bahagiakan mereka di dunia, aku memintaMu agar Engkau membahagiakan mereka di akhirat.” (Ma’ruf An Nakh’i)
Semoga Allah senantiasa menghimpun kita dalam dekapan kasih sayang-Nya, saudaraku. Segala puji hanya milik Allah swt yang telah meletakkan hati dan langkah kita dalam kebersamaan di jalan ini.
Saudaraku,
Biarlah, banyak yang mengira menapaki jalan ini, jalan para Nabi, jalan orang-orang shalih, jalan para syuhada, jalan para pejuang dakwah, adalah beban yang sangat berat. Berat, karena harus banyak bertabrakan dengan kondisi yang berbenturan dengan keinginan. Berat karena selalu bersinggungan dengan realitas yang tidak sejalan dengan harapan. Berat karena melihat betapa kemungkaran begitu merajalela. Berat karena harus terus menerus berjalan melawan arus yang berbeda dengan kebanyakan orang.
Biarlah orang menyangka seperti itu. Karena sebenarnya kita justru merasakan kebalikannya. Kenikmatan, ketenangan, kebersahajaan, yang tidak bisa dibayar oleh apapun. Karena kita justru merasakan pengorbanan itu sebagai sumber kebahagiaan.karena kita justru merasakan jerih payah dan kesulitan di jalan ini, sebagai kunci ketenangan hati. Karena kita justru merasakan peluh dan darah di jalan ini, adalah syarat meraih kesenangan.
Saudaraku,
Berada di sini, memang harus tidak dirasakan sebagai beban berat. Tengoklah sedikit lembaran hidup pemimpin kita, Rasulullah saw yang nyaris wajahnya tak pernah lepas dari air muka yang cerah dan banyak tersenyum. Justru dengan senyuman itulah, Rasulullah saw mampu memberi pengaruh luar biasa pada para sahabat untuk turut berjumpa bersamanya. Sebuah senyuman, yang tak membutuhkan waktu lebih dari sekedar kedipan mata. Tapi kesan sebuah senyum bisa membekas hingga ujung usia, begitu yang dikatakan Syaikh jasim Muhalhil, seorang ulama da’wah terkenal di Kuwait. Senyum menandakan ketenangan dan kebahagiaan.
Jarir bin Abdullah ra pernah mengatakan, “Tak ada lagi yang membatasi antara diriku dan Rasulullah sejak aku memeluk Islam. Dan setiap kali ia melihatku, ia selalu tersenyum padaku” (Mutafaq alaih). Sahabat yang lain Abdullah bin Harist ra, juga mengatakan bahwa ia tak pernah menjumpai orang yang palin banyak tersenyum kecuali Rasulullah saw.
Renungkanlah saudaraku, Bagaimana cara Rasulullah merajut kuat persahabatan dan persaudaraan iman itu dengan air muka yang cerah dan seulas senyum. Perhatikanlah bagaimana pengaruh sebuah senyuman yang bisa menyusup ke dalam hati para sahabat ra. Dan lihatlah bagaimana beliau melewati hari-hari mengemban amanah da’wah dan menegakkan kalimat tauhid, dengan senyuman-senyumannya itu.
Saudaraku,
Rasulullah saw telah mendapat cinta Allah swt, sehingga ia menjadi lebih tenang dalam melakukan tugas-tugas kenabianNya. Cinta Allah lah yang menjadikan berbagai kesulitan menjadi mudah. Cinta Allah lah yang memberi kesenangan dalam kesempitan. Cinta Allah juga yang menumbuhkan harapan dalam ketidakberdayaan. Rasulullah saw bersabda,”Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Ia akan menyeru kepada Jibril, “Aku mencintai si fulan, maka cintailah dia.”Maka orang itu dicintai Jibril dan Jibril menyeru kepada penghuni langit, “Sesungguhnya Allah mencintai si fulan maka cintailah dia, “Maka penduduk langitpun mencintai orang itu. Kemudian, kecintaat itu pun diterima di bumi. (Mutafaq Alaih).
Saudaraku, mari berjalan di sini dengan lapang hati dan kegembiraan. Sikapi semua keadaan dengan pandangan yang bersih dan penuh harapan. Kita perlu meniru sikap Ma’ruf An Nakh’i seorang ulama generasi tabi’in yang terkenal zuhud dan ahli ibadah. Diriwayatkan, suatu hari ia bersama para sahabatnya duduk di tepi sungai di kota Baghdad. Tiba-tiba ada sekelompok pemuda yang datang bergerombol sambil memukul-mukul alat musik dan meminum minuman keras.
Para sahabatnya berkata, “Tidakkah engkau lihat mereka bermaksiat pada Allah dengan air itu, maka do’akanlah atas mereka.” Ma’ruf An Nakh’i lalu mengangkat tangnnya dan berdoa, “Ya Allah ya Tuhanku, sebagimana Engkau bahagiakan mereka di dunia, aku memintaMu agar Engkau membahagiakan mereka di akhirat.” Para sahabatnya terheran dan mengatakan bahwa yang mereka minta adalah agar mendoakan keburukan atas mereka. Apa jawab Ma’ruf An Nakh’i? “Jika Allah membahagiakan mereka di akhirat dan menerima taubat mereka di dunia, apakah itu merugikanmu?”
Kemungkaran memang banyak. Kezaliman memang merajalela. Kita bisa saja terdorong untuk berdoa keburukan kepada mereka yang melakukan perusakan. Kita juga bisa saja terpancing untuk mengeluarkan kata-kata kotor, kasar dan keras kepada para pelanggar hukum-hukum Allah dan menzalimi banyak orang. Tapi, kita membutuhkan orang-orang yang tidak mudah mengeluarkan kecaman kasar, omongan keras dan caci maki yang sebenarnya juga tidak berguna apa-apa untuk merubah kemungkaran dan kezaliman itu.
Kita membutuhkan orang-orang seperti Ma’ruf An Nakh’i.
Muhammad Nursani dalam “Berjuang di Dunia Berharap Pertemuan di Surga”

Minggu, 09 Desember 2012

Sukses VS Gagal


Sukses VS Gagal

SUKSES!
Agaknya begitu sulit untuk bisa meraihnya. Itulah yang sering kita rasakan. Mungkin saya bisa mengatakan hal tersebut sebab beberapa impian saya akhir-akhir ini belum tercapai sesuai dengan keinginan. Padahal saya pikir saya sangat membutuhkannya dan saya yakin saya bisa meraihnya, tetapi kenapa Allah belum memperkenankannya untuk menggenggamnya?. Terkadang saya hingga berfikir apakah ini hadiah yang Allah berikan kepada saya akibat banyak melalaikan perintahNya dan mengabaikan kekuatanNya yang begitu dasyat itu. Teringat seorang ustadhah atas taujihnya beberapa hari yang lalu, beliau mengatakan bahwa kita tidak akan bisa kuat kalau kita hanya mengandalkan kekuatan diri kita sendiri, kekuatan Allahlah yang membuat kita selama ini kuat menghadapi berbagai ujianNya.
Sebenarnya, Allah sangat tahu apa yang kita butuhkan setiap saat. Tetapi, diri ini sering khilaf bahwa Allah mengetahui segala apa-apa yang terbaik buat kita saat ini. Kegagalan-kegalan yang kita rasakan, sering membuat diri kita begitu tersiksa dan putus asa. Sebenarnya kita tahu bahwa kegagalan ini hanya kegagalan yang sifatnya duniawi saja. Namun, hati ini sering belum ikhlas untuk menerimanya. Betapa egoisnya diri ini yang belum bisa menerima keputusanNya, padahal tentunya ini adalah hal terbaik pilihanNya untuk kita. Diri ini merasa sangat lemah, begini saja tidak bisa, begitu saja tidak mampu padahal orang lain saja bisa dsb. Perasaan iri atas keberhasilan orang lain menambah hati ini semakin teriris-iris.
Mengembalikan semuanya kepadaNya adalah hal terbaik yang harus dilakukan. Sesegera mungkin bangkit dan mempercayakan hasil terbaik kepadaNya. Bukankah tugas manusia adalah merencanakan dan mengusahakannya semaksimal mungkin, dan hasilnya adalah Allah yang berhak menentukan?. Allah tidak akan menilai hasilnya, tetapi yang dinilai adalah seberapa besar usaha yang sudah kita lakukan. Selalu mengingatkan diri ini bahwa kemampuan kita tidak bisa dibandingkan dengan kekuatanNya, sehingga Allah tidak akan menguji hambaNya di luar batas kemampuannya. Berdoa adalah senjata paling ampuh yang bisa dilakukan.
Jika kita di uji dengan berbagai masalah, maka jangan pernah katakan “Ya Allah aku punya masalah yang besar”, tapi katakanlah “wahai masalah aku punya Allah yang Maha Besar”, sehingga kita optimis untuk bisa menaklukannya. Semoga hati ini selalu mengingat kalimat-kalimat baik ini hingga senantiasa selalu bisa sesegera mungkin bangkit dari segala bentuk kegagalan. Saatnya memang harus dikembalikan kepadaNya, memasrahkan apa-apa yang terbaik untuk kita kepadaNya. Yakini bahwa rencana Allah lebih indah dibandingkan dengan rencana dan impian-impian kita yang mungkin sering kita tempel di dinding-dinding kamar kita. Bagi Allah sangat kecil untuk mengabulkan permohonan hambaNya.
Ibaratnya, kita tidak akan bisa naik kelas tanpa mengikuti ujian kenaikan kelas. Demikian juga, kita tidak akan pernah naik derajat di hadapanNya jika kita tidak pernah melalui ujianNya. Lulus dari segala ujianNya akan menjadikan diri ini juga semakin kuat menghadapai ujian-ujian yang lain. Semangat! Percayalah bahwa ujian kegagalan ini adalah terbaik yang diberikan, yang akan menjadi pelajaran dan guru yang terbaik, yang akan menghantarkan kita kepada kesuksesan, yang mengingatkan kita saat kita sukses nanti. Sukses tidak akan terasa indah tanpa merasakan kegagalan terlebih dahulu. Pepatah mengatakan, bukan karena pukulan ke 100 yang memecahkan batu tapi karena ke 99 pukulan sebelumnyalah yang memecahkannya. so, perbanyak ikhtiar. Tunggu rencana terindah, rencana terspesial yang akan diberikan kepada kita.
Jika kita gagal, segera introspeksi diri. Sudah seberapa besar usaha yang kita lakukan. Seberapa serius kita berdoa memohon kepadaNya. Seberapa banyak kita melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Sangat manusiawi jika kondisi iman ini sering naik turun, karena sejatinya yang imannya terjaga adalah hanya utusanNya. Berusaha senantiasa berada di jalanNya yang lurus akan memudahkan kita bangkit dari keterpurukan. Semangat raih sukses sesuai jalanNya! Raih sukses dengan kebarakahanNya.

Semarang,
Rabu, 10 oktober 2012

Rabu, 05 Desember 2012

Sekilas Perjalanan Menuju “Sai Bumi Ruwai Jurai”


Sekilas Perjalanan Menuju “Sai Bumi Ruwai Jurai”

Bismillah...
Subhanallah, kita pantas bersyukur atas segala nikmat yang diberikanNya kepada kita. Benar-benar Allah selalu memberikan yang terbaik buat kita. Sungguh indah rencana-rencanaNya.
Tanpa ku sadari sudah tiga minggu tinggal di Kota “Sai Bumi Ruwai Jurai”. Banyak hal yang sudah terjadi. Banyak pengalaman yang sudah ku pelajari. Di awali dengan rasa berat hati menuju kota Bandar Lampung, hingga hampir di sepanjang perjalanan menujunya air mata ini tak kuasa dibendung. Sedih, teringat betapa jauh dan lamanya aku akan meninggalkan tempat kelahiranku. Sudah ku tekadkan untuk mengambil jalan ini, namun godaan begitu berat. Tapi, godaan-godaan itu bisa ku lewati karena niatku yang sudah bulat. Bismillah, dimanapun kita berada akan sama maknanya ketika kita bisa bermanfaat untuk orang lain. Kata-kata itulah yang selalu menjadi motivasiku untuk senantiasa bertahan dimanapun berada.
Sepanjang perjalanan, bertemu banyak hal. Allah menciptakan manusia dengan sangat berbeda-beda. Kerasnya kehidupan membuat para sopir, kondektur dan lainnya yang berprofesi di terminal menjadikannya bersifat keras. Tidak berbeda dengan penumpang-penumpang yang berebut tempat duduk untuk mendapatkan kenyamanan dalam perjalanannya hingga saling bersilat lidah dengan lainnya, karena memang bus yang mengantarku adalah operan sehingga ada beberapa penumpang yang tidak bisa dimuat.^^. Saat itu, ada juga beberapa penumpang dengan barang dagangan yang cukup banyak yang profesinya sebagai pedagang pakaian, karena mahalnya harga jual di pulau Sumatra menginspirasi mereka untuk membeli dari Jawa dan menjualnya ke Sumatra. Cukup inspiratif.
Sesampai di Politeknik Negeri Lampung, aku sudah ditunggu oleh Furi mahasiswa program studi Agribisnis semester 5 yang samasekali aku belum mengenalnya. Namun, karena Persaudaraan Itu Indah, maka Allah mempertemukanku dengannya. Furi memang sengaja dimintai bantuan mbak Reni yang merupakan satu-satunya orang yang ku kenal di seantero propinsi Lampung yang tidak sempat menjemputku. Selanjutnya aku di ajak menginap di kos Furi. Tempat kos Furi berdampingan dengan kos Putra. Bagiku ini adalah hal baru yang belum pernah kujumpai untuk kos-kosan mahasiswa, terkecuali di Jakarta. Pagi harinya aku lapor diri ke Politeknik Negeri Lampung, dan ternyata ada beberapa persyaratan administrasi yang tidak sesuai dengan permintaan DIKTI, jadi harus segera melengkapinya dengan membuat ulang. Alhamdulillah persyaratan yang kurang bisa dibuat di Bandar Lampung walau dengan biaya yang tiga kali lipat bila dibuat di Jawa.
Selanjutnya aku di ajak berkunjung ke rumah Furi yang memang hari itu hari libur. Dengan jarak tempuh satu jam naik bus membuat Furi hampir setiap weekend pulang ke rumah. Sampai di rumah Furi aku dikenalkan dengan Ibu, Bapak, Kakak, dan adik Furi yang ternyata orang tua Furi adalah asli Jawa tepatnya dari Kebumen. Jadilah kita semakin akrab dengan cerita-cerita ibu dan bapak Furi. Senang rasanya hati ini, jadi tidak merasa sendiri lagi di luar Jawa yang sebelumnya belum pernah terbayangkan akan menetap untuk beberapa lama seperti sekarang ini. Sungguh, rencana Allah lah yang membawaku sampai di “Sai Bumi Ruwai Jurai” ini. Sorenya, aku diantar ke tempat mb Reni yang hanya 10 menit ditempuh dengan naik motor dari tempat Furi.
Bertambah senang hati ini, bertemu dengan mb Reni dan keluarga yang juga asli jawa. Langsung nyambung aja dech pembicaraan kita lantaran sama-sama orang jawa. Selama dua hari dirumah mb Reni banyak hal yang kita lakukan bersama, salah satunya belanja keperluan kosan di pasar Gading Rejo dan Chandra mall sambil jalan-jalan. Chandra mall adalah swalayan lokal yang cukup ramai, tidak kalah ramainya dengan Ramayana. Bahkan carefour di Bandar Lampung gulung tikar lantaran swalayan lokal sangat mendominasi. Hari selanjutnya berangkatlah kita menuju kos dengan semobil perlengkapan kos-kosan yang telah disiapkan orang tua mb reni untuk keperluan kita berdua. Sungguh baiknya keluarga mb Reni. Memang benar-benar persaudaraan itu begitu indah. Silaturahim tidak hanya memperpanjang usia tetapi menambah rezeki itu sangat benar.

Bandar Lampung, 30 November 2012