Adakalanya Kebersamaan itu
Membahayakan
“Tak ada sekelompok orang yang keluar ke Makkah (untuk ketaatan) kecuali
iblis telah mempersiapkan pasukan yang sama untuk menghalangi mereka” (Mujahid)
Saudaraku, mari bercermin,
berapa banyak noktah yang menodai kita dalam kebersamaan di
jalan ini? Sebuah perjalanan panjang yang kita tempuh bersam-sama, pasti
menyisakan debu dan kotoran pada diri kita. Meski kadarnya berbeda-beda. Tapi
di jalan ini kita memang saling membutuhkan. Dan di jalan ini, kita harus terus
berjalan seiring. Kita satu sama lain memerlukan orang yang bisa memberikan
keberanian dan mengusir ketakutan karena kesendirian. Kita, satu sama lain
saling memerlukan orang yang bisa meluruskan kesalahan, lalu saling memberi
rambu-rambu perjalanan. Kita semua sangat memerlukan kehadiran pendamping yang
shalih, teman yang bisa saling membantu bak dua telapak tangan yang saling membersihkan,
satu sama lain. Bayangkanlah, saudaraku, bahwa kita masing-masing adalah salah
satu dari dua telapak tangan itu....
Jika dalam perjalanan duniawi, Rasulullah memerintahkan kita
untuk memiliki teman, jelas perjalanan ukhrawi lebih perlu lagi. Kita lebih
membutuhkan teman dalam bekerja di jalan Allah, berupaya melakukan amal shalih,
memberikan hak-hak manusia dan berdakwah di jalan Allah. Orang yang menyendiri
dalam melakukan amal-amal ini, akan ditemani syaitan. Dan setiap kali terjadi
pertambahan jumlah orang yang menemaninya, semakin sulitlah syaitan
menguasainya, dan semakin tertutuplah celah-celah untuk syaitan.
Sabda Rasulullah saw, “Satu
orang pengendara adalah syaitan, dua orang pengendara adalah dua syaitan, dan
tiga orang pengendara baru disebut pengendara yang banyak.” (HR. Malik, Abu
Daud dan Turmudzi). Maksud kalimat “pengendara yang banyak” adalah karena
jumlah yang banyak semakin meminimkan penguasaan syaitan atas mereka. Dalam
hadist lain disebutkan, “Barangsiapa
diantara kalian yang ingin menikmati taman surga hendaklah ia berjama’ah.
Karena syaitan itu bersama orang yang sendiri, dan ia akan menjauh dari dua
orang.” (HR. Ahmad Turmudzi dan Hakim).
Saudaraku,
Meski demikian kita harus berhati-hati. Karena kebersamaan
dan kedekatan kita di jalan ini juga tetap menyimpan jerat-jerat yang bisa
membuat kita terjatuh. Itu karena di jalan ini tetap ada lubang dan
persimpangan yang bisa menyesatkan kita. Kondisi inilah yang disinggung oleh Imam Ibnul Qayyim ra yang mengatakan bahwa berkumpulnya orang-orang yang
beriman tetap menyimpan marabahaya yang harus diwaspadai. Menurut ibnul qayyim,
ancaman bahaya itu ada tiga. Pertama,
tatkala dalam perkumpulan itu satu sama lain saling menghiasi dan membenarkan. Kedua, ketika dalam perkumpulan itu
pembicaraan dan pergaulan antar mereka melebihi kebutuhan. Ketiga, ketika pertemuan mereka menginginkan syahwat dan kebiasaan
yang justru menghalangi mereka dari tujuan yang diinginkan. (Al Fawaid,60).
Saudaraku,
Saling menghiasi satu sama lain, akan menafikan suasana
saling menasihati. Lalu kondisi itu bisa menggiring orang masuk dalam perilaku
riya dan nifaq karena selalu membaik-baikkan dan tidak mengakui kekurangan. Ini
sama saja dengan aspek bahaya yang kedua, akibat perkumpulan dan pergaulan yang
berlebihan dari waktu yang wajar akan membuang-buang waktu. Akibatnya, akan ada
banyak amal-amal yang terlewat karena pertemuan yang melebihi keperluan itu.
Terakhir, pertemuan dan perkumpulan kaum beriman juga bisa berbahaya, tatkala
ia menjadi seperti kenikmatan sendiri yang justru mengurangi nilai ketaatan di
dalamnya, bahkan menjadi penghalang bagi kebaikan.
Dalam kondisi seperti inilah, pertemuan memutarbalikkan sisi
prioritas amal, mengabaikan amal yang utama dan mengutamakan yang kurang utama,
menghilangkan tujuan utama dan begitu mengutamakan sarananya.
Saudaraku,
Kita perlu bersabar dalam kebersamaan ini. Syaikh Ahmad Ar Rasyid dalam buku Darul
Muntholaq menuliskan bab sendiri tentang kesabaran kita bersama orang-orang
seperjalanan, yakni shabr alal aqran.
Ia menyebutkan bahwa dalam perjalanan ini kita masing-masing harus sabar dari
kekasaran, sabar dari kesalahpahaman, sabar dari keburukan dalam berbagai
bentuknya yang dilakukan teman perjalanan. Alasan paling dasarnya adalah karena
manusia tidak pernah terlindung dari kekliruan dan kekurangan. Sehingga Fudhail bin Iyadh ra mengatakan, “Siapa
yang ingin bersaudara yang tidak memiliki aib, tanpa kekurangan, ia takkan
memiliki saudara.” Bahkan Abu Darda
ra mengatakan, “Kata-kata keras dan kasar dari seorang saudara itu masih lebh
baik daripada engkau kehilangan seorang saudara.”
Saudaraku,
Di sinilah rahasianya, keutamaan seseorang yang bisa bertahan
dan bersabar dengan kondisi orang sekitarnya, dibanding orang yang menyepi dan
tak mau berinteraksi dengan orang lain, karena tidak sabar dengan sikap dan
perilaku mereka. “Seorang muslim yang
berbaur dengan manusia, lalu ia bersabar atas perilaku buruk mereka, itu lebih
baik dari orang yang tidak berbaur dengan manusia dan tidak sabar atas perilaku
buruk mereka.” (HR Ahmad dan Turmudzi)
Ada prinsip indah yang diajarkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Miftah
Darus Sa’adah, agar kita bisa mendapat kebaikan dari orang-orang sekitar
kita. Ia mengatakan, “Siapa yang ingin keburukannya dibalas oleh Allah dengan
kebaikan, hendaknya ia juga membalas keburukan orang lain dengan kebaikan. Dan siapa
yang mengetahui bahwa dosa dan keburukan itu pasti ada pada diri manusia, ia
tidak terkejut dengan sikap buruk orang kepadanya.”
Saudaraku,
Andai kita bisamenyadari prinsip ini, maka perjalanan kita
akan menjadi indah. Jiwa-jiwa kita menjadi dingin, permasalahan lebih mudah
diatasi. Lalu, pohon keimanan kita akan tumbuh mekar dan bunga-bunganya akan
merekah.
Ingatlah saudaraku,
Ada banyak keadaan yang akan memisahkan langkah kita dari
jalan ini. Karena, kita tak pernah lepas dari intaian syaitan yang ingin
menceraikan kita dari kebersamaan ini. Seperti perkataan Mujhaid,”Tak ada
sekelompok orang yang keluar ke Mekkah (untuk ketaatan) kecuali Iblis telah
mempersiapkan pasukan yang sama untuk menghalangi mereka.”
M. Nursani dalam buku “Berjuang di Dunia Berharap Pertemuan di Syurga”